Selasa, 28 Oktober 2008

hanya berbatas doa

Anak saya punya kesukaan makan telur, entah telur asin, telur ayam kampung atau lainnya. Suatu saat ketika tiba waktunya makan, dia berdoa:

"Tuhan, mas mau maem, sebenarnya pengin telur asin.. (sambil matanya ngintip piring) tapi adanya telur biasa... ya..(diam sebentar) ga' papa deh Tuhan...makasihhh"

Kemudian mulailah jemari kecilnya memotong telur dan melahap yang ada.

Terharu, bangga, bahagia rasanya melihat anak saya berdoa. Di usia 3 tahun dia sudah biasa berimprovisasi dalam doanya..
Begitu polosnya dia berkomunikasi dengan Tuhan. Tak perlu ada 'tedeng aling-aling' antara dia dan Tuhan, seakan Tuhan adalah teman sepermainan, sampai -sampai masih juga menggunakan sebutan 'mas' untuk menyebut dirinya.

Dari doa itu saya menarik diri untuk melihat ke dalam. Bukankah Tuhan itu memang hanya sebatas doa saja jaraknya? Dari dulu, sekarang, sampai selamanya itu berlaku. Tuhan ada dimana-mana, kapan pun bisa kita temui dan sapa.

Saya jadi teringat Evan dalam Evan Almighty. Kalau seorang yang terpilih harus berjenggot menggunakan jubah, pastilah banyak yang mencemooh. Selain agak ribet karena harus kerepotan dengan jubahnya yang terkesan berat, juga tampak kumal di jaman yang sedang tren minimalis seperti sekarang ini.

Dia sudah memilih, maka siapapun akan dipilihNya. Dan kita bebas berkomunikasi denganNya: Tuhan yang menemani saat mainan mobil-mobilan, menemani waktu makan telur ayam, dan menemani saat tiba waktunya bobo' siang....

Tidak ada komentar: